Suatu hari seorang ketua partai ( politikus ) sedang mempersiapkan materai pidato untuk acara ulang tahun partainya, politikus tersebut seharian berpikir dan mencari materi yang cocok buat pidato keesokan hari nya, tetapi semakin dipikir dan dicari topik pidatonya membuat pikirannya semakin buntu.
Selain suasana hati yang tidak mendukung, anaknya yang masih kecil terus bermain diruang kerjanya, sehingga membuat pikirannya semakin tidak tenang.
Untuk menenangkan suasana, maka politikus tersebut kemudian meminta anaknya keluar, tetapi anaknya tetap bertahan dan tidak ingin keluar dari ruang kerjanya.
Akhirnya si politkus mencari akal, dia membuka buku catatannya ( sejenis buku diary ) yang biasa didalamnya terdapat halaman / lembaran peta dunia, dan kemudian diambilnya. Setelah itu peta tadi disobeknya menjadi beberapa bagian kecil kecil.
Si politikus kemudian memanggil anaknya yang masih bermain didalam ruang kerjanya : “Nak, kemari, ayah berikan tugas buat kamu, ini adalah sebuah peta dunia, coba kamu gabungkan lagi menjadi satu secara utuh, kalau nanti kamu berhasil......ayah akan belikan hadiah ya “
Mendengar hadiah yang dijanjikan oleh ayahnya, maka peta yang telah disobek sobek tersebut segera dibawah keluar dari ruangan kerja ayahnya, dan segera dikerjakan diruang tamu dengan tujuan untuk disambung kembali.
Setelah 15 menit kemudian, anak tersebut kembali keruang kerja ayahnya, dengan sabungan peta dunia yang telah disobek. Ayahnya kaget, kenapa anak sekecil itu mampu menyambung peta dunia yang begitu rumit dan telah disobeknya.
Si politkus bertanya kepada anaknya : “Nak, bagaimana cara kamu menyambung kembali peta yang telah Ayah sobek ini ?”
Sianak akhirnya bercerita, bahwa dibalik peta dunia itu ada gambar manusia ( orang ), katanya : “saya bukan menyambung petanya, tapi menyatukan gambar orangnya “
Setelah mendengar penjelasan anaknya, maka politikus tersebut langsung mendapat ide untuk pidato keesokan harinya, dengan judul “Apabila anda ingin menguasai dunia, maka pertama yang harus anda kuasai adalah manusianya ( orangnya )”